BeritaFISIPKalimantan TengahNasionalNusantaraPARIWISATAPendidikanUNIVERSITAS PALANGKA RAYA

Dikukuhkan Sebagai Guru Besar, Harapan Besar Prof Bhayu Rhama Kalteng Sebagai Model Pariwisata Berkelanjutan

Avatar
61
×

Dikukuhkan Sebagai Guru Besar, Harapan Besar Prof Bhayu Rhama Kalteng Sebagai Model Pariwisata Berkelanjutan

Sebarkan artikel ini
FOTO/ILUSTRASI VOX MERDEKA ID
Example 468x60

PALANGKA RAYA – Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Palangka Raya (UPR), Prof Bhayu Rhama, ST.,MBA.,Ph.D resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar FISIP UPR Bidang Ilmu Pariwisata oleh Rektor UPR, Prof. Dr. Ir. Salampak, MS bertempat di Aula Rahan Rektorat UPR, Kamis (6/2/2025).

Usai dikukuhkan Prof Bhayu menyampaikan pidato yang berjudul ‘Menerangi Jalan Pariwisata Berkelanjutan, Kalimantan Tengah Sebagai Model Ekowisata’ dalam pidatonya sebagai Guru Besar, Prof Bhayu ingin membangun Kalteng sebagai Model Pariwisata berkelanjutan.

Diawal Pidato Prof Bhayu menyampaikan sebuah fakta yang patut diakui berssama jika Kalimantan Tengah bukanlah hotspot pariwisata di Indonesia. Berdasarkan data BPS Sepanjang tahun2024, Kalimantan Tengah hanya menerima sekitar 5 juta kunjungan wisatawan Nusantara.

“Jumlah ini sangat rendah jika kita sadari bahwa secara nasional, ada 919 juta kunjungan dan rata-rata provinsi mendapatkan 24 juta kunjungan. Kalimantan Tengah berada di urutan ke 24 dari 38 provinsi di Indonesia dalam jumlah kunjungan wisatawan Nusantara,” ujar Prof Bhayu saat menyampaikan Pidato.

Akan tetapi, lanjut Prof Bhayu, sedikitnya kunjungan ini memberikan perspektif berbeda yang patut disyukuri. Kecilnya kuantitas memberikanpeluang untuk meningkatkan diselenggarakan di sebuah destinasi kualitas. Pariwisata dan setiap destinasi memiliki kapasitas tersendiri untuk menampung kunjungan.

Pada hakikatnya, jelas Prof Bhayu, pariwisata menawarkan pengalaman unik bagi wisatawan yang bersedia membayar untuk memperoleh kesenangan namun perlu pembatasan. Pariwisata berkelanjutan berusaha menyeimbangkan antara kunjungan wisatawan dengan kelestarian destinasi. Hal ini dapat dilihat pada kawasan yang awalnya sudah berorientasi pada konservasi, seperti taman nasional, yang kemudian memberikan peluang untuk dikunjungi.

“Situasi ini tidak sesederhana kelihatannya. Manajemen kawasan konservasi perlu memikirkan pengembangan infrastruktur wisata, mengelola aktivitas lingkungan, mengelola partisipasi masyarakat, membuat label dan mendapatkan sertifikasi ekowisata, menyusun strategi pelayanan yang optimal pada pengunjung, mengelola mutu secara total, dan juga mengelola hubungan kerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan,” bebernya.

Prof Bhayu mengatakan ada banyak pemangku kepentingan dalam pariwisata berkelanjutan antara lain akademisi, pelaku usaha, masyarakat, pemerintah, dan media massa. Setiap pemangku kepentingan dari pariwisata berkelanjutan ini memiliki nilai yang mereka junjung tinggi sendiri-sendiri.

“Nilai-nilai ini dapat saling bertentangan. Tetapi pertentangan ini bersifat konstruktif karena dialektika sangat dibutuhkan agar keseimbangan antara pariwisata dan konservasi tetap terjaga. Jadi, pariwisata berkelanjutan merupakan sebuah wadah demokrasi yang penting untuk dijalankan bersama,” jelasnya.

Untuk menghasilkan, ekowisata yang benar-benar berdampak luas, beber Mantan Ketua ASITA Prof kalteng itu mengatakan perlu lebih banyak memberikan tempat pada wisatawan namun kita masih belum memiliki sumberdaya yang cukup untuk mengoptimalkan taman nasional sebagai destinasi ekowisata yang menarik dan memuaskan wisatawan.

“Oleh karena itu, kita dapat belajar dari Afrika Selatan yang walaupun memiliki sedikit taman nasional, tetapi menerapkan ekowisata yang bersinergi. Selain mengembangkan taman nasional, pariwisata berkelanjutan juga dapat diaplikasikan pada kawasan perdesaan maupun perkotaan,” tuturnya.

Pada penyelenggaraan pariwisata berkelanjutan di perdesaan, kata dia, penting untuk menciptakan situasi pluri-aktivitas, yaitu bagaimana masyarakat desa dapat memperoleh manfaat ekonomi lewat aktivitas ketenagakerjaan dalam sektor pariwisata, tetapi mereka tidak harus meninggalkan pekerjaan lamanya. Artinya, mereka memiliki peluang untuk memiliki pekerjaan tambahan.

“Selain itu, tujuan akhir dari pariwisata berkelanjutan di desa adalah kesetaraan kekuasaan (power parity) antara para stakeholder dengan pencapaian aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan yang bertahap satu per satu,” tuturnya.

Kawasan perkotaan juga, urai Prof Bhayu dapat menjadi destinasi ekowisata atau pariwisata berkelanjutan. Sebagai contoh, kawasan Sungai Kahayan di Kota Palangka Raya dapat ditata menjadi destinasi ekowisata.

“Penyelenggaraan pariwisata ini tidak hanya sekedar aktivitas susur sungai tetapi ada peluang bagaimana wisatawan dapat berkontribusi nyata bagi keberlanjutan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat di sekitar daerah aliran sungai ini,” imbuhnya.

Kerangka kebijakan, menurut Prof Bhayu merupakan salah satu pondasi penting dalam membentuk pariwisata secara berkelanjutan namun masih menjadi tantangan karena setiap pihak berkembang sendiri-sendiri dan belum ada transformasi yang terstruktur, komprehensif, dan menguntungkan untuk semua stakeholderpariwisata.

“Meskipun implementasi Peraturan Daerah tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan secara umum telah berjalan dengan baik, pemerintah masih terkendala sumber daya manusia dengan latar belakang pariwisata untuk mempercepat pencapaian target kebijakan,” katanya.

Dengan demikian, para guru di sekolah dasar-menengah-atas juga dapat terlibat dalam peningkatan SDM terutamapemahaman mengenai budaya lokal sehingga memahami lebih dalam tentang budaya atau tarian rakyat.

“Guru-guru dapat mengajarkan pentingnya melestarikan budaya, khususnya elemen-elemen yang menjadi bagian dari daya tarik wisata. Hal ini akan memastikan kalau tradisi masyarakat setempat tetap hidup dan mendukung pariwisata berkelanjutan. Para pengajar juga dapat memberikan pembelajaran dengan tema pelestarian lingkungan khususnya yang berkaitan dengan wisata seperti pengelolaan sampah di destinasi,” jelas dia.

Faktor inovasi sosial juga merupakan faktor penting dalam mendukung pariwisata berkelanjutan. Prof Bhayu menyebut Inovasi sosial bermakna bahwa bukan saja pariwisata tersebut dioptimalkan dengan berbagai kesempatan yang terbuka akibat perkembangan globalisasi dan teknologi, namun juga diarahkan pada inklusivitas dan keberlanjutan.

“Sebagai contoh, era Industri 4.0 saat ini telah memberikan peluang untuk pengembangan ekowisata yang lebih tepat sasaran. Teknologi-teknologi seperti GPS dan IoT dapat dimanfaatkan untuk memastikan ekowisata berlangsung sesuai dengan tujuan yang berbasis nilai sosial,” bebernya lagi.

Alam yang indah, ujar Prof Bhayu, tentu merupakan aset yang sangat penting untuk disajikan pada wisatawan, tetapi, pariwisata berkelanjutan bukan saja mengenai konservasi lingkungan hidup, tetapi juga konservasi dan valuasi budaya.

“Budaya lokal yang kaya menjadi nilai penting untuk pariwisata sekaligus menjadi tujuan utama dalam pelestarian. Dalam aspek ini, partisipasi masyarakat penting untuk mendorong nilai budaya muncul ke permukaan,” imbuh dia.

Ada banyak hal yang masih dapat kembangkan ungkap dia, untuk menjadikan Kalimantan Tengah sebagai pusat ekowisata antara lain mengembangkan desa wisata mandiri yang mengoptimalkan sumber daya alam dan budaya di destinasi tertentu, mengembangkan sertifikasi hijau yang unik untuk kebutuhan Kalimantan Tengah dan menjadi standar yang dapat diterima oleh wisatawan internasional.

“Wisata edukasi Dayak yang memadukan konsep kehidupan tradisional dengan sosialisasi kearifan lokal dalam menjaga hutan dan sungai. Namun yang paling penting adalah komitmen dan konsistensi pembangunan ekowisata antara lain melalui anggaran yang reguler dari hasilsumber daya alam saat ini dan pendidikan karakter manusia pariwisata sejak dini sebagai modal pembangunan pariwisata yang berkelanjutan,” tutup Prof Bhayu mengakhiri pidatonya.

Dalam Pengukuhan Guru Besar ini, dihadiri oleh Wakil Gubernur Kalimantan Tengah Edy Pratowo, Pj Wali Kota Palangka Raya Akhmad Husain, Rektor IAIN Palangka Raya Prof Ahmad Dakhoir, Rektor Universitas Muhammadiyah Palangka Raya Dr. Muhammad Yusuf, Rektor Universitas PGRI Palangka Raya Dr. Slamet Winaryo dan tamu undangan lainnya. (R1).

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *