PALANGKA RAYA – Konferensi Cabang (Konfercab) ke-XXXII Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Palangka Raya secara resmi dibuka pada 5 September 2025. Dalam acara tersebut, Penjabat (Pj) Ketua Cabang GMKI Palangka Raya, Suryani Rajagukguk, menyampaikan pidato yang menyentuh dengan judul “Melangkah di Tengah Pergumulan”. Pidato ini merefleksikan tantangan dan harapan dalam berorganisasi di tengah dinamika zaman.
Dalam pidatonya, Suryani memulai dengan menyuarakan realitas hidup yang penuh kejutan, di mana tidak semua yang dimulai dengan gemilang akan berakhir bahagia. “Hidup memang penuh kejutan. Yang dimulai dengan gegap gempita, tidak selamanya berakhir bahagia. Namun, tantangan dan rintangan apa pun tidak boleh menjadi batasan untuk tidak memulai,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa setiap inisiatif memiliki risikonya sendiri, dan setiap pengorbanan tidak akan sia-sia.
Suryani juga merefleksikan perjalanannya selama memimpin ‘rumah biru’ (sebutan untuk GMKI) sebagai Pj Ketua Cabang. Ia mengakui bahwa memimpin organisasi tidak lepas dari kepentingan dan campur tangan berbagai pihak, baik internal maupun eksternal.
Menurutnya, hal ini justru menguji kematangan berorganisasi dan karakter para pengurus. Ia menyitir pendapat Bertrand Russell, “demokrasi adalah proses di mana orang-orang memilih seseorang yang kelak akan mereka salahkan,” yang baginya memiliki makna mendalam dalam konteks kepemimpinan dan pelayanan.
Menghadapi tantangan zaman, Suryani mendorong GMKI untuk menjadi organisasi yang fleksibel dan bijaksana. Ia menyoroti pergeseran dari kerja sama ke kolaborasi. Menurutnya, kerja sama masih terikat pada otoritas jabatan, sementara kolaborasi berfokus pada kesadaran akan posisi dan peran masing-masing. “Semua pihak dalam organisasi ini harus sadar posisi. Anggota aktif harus berbuat apa, alumni harus melakukan apa dan pengurus harus berbuat apa dalam suasana hati. Itu bijaksana,” tegasnya.
Suryani mengakhiri pidatonya dengan menyampaikan rasa terima kasih kepada seluruh rekan kerja dan anggota yang telah berkorban demi GMKI. Ia juga meminta maaf atas segala kekurangan selama masa kepemimpinannya. Menjelang akhir masa jabatannya, ia mengajak semua pihak untuk mengesampingkan egoisme kelompok dan memprioritaskan kebijaksanaan demi kemajuan organisasi.
“Perbedaan harus dikolaborasikan. Biarkan yang sudah dimulai harus diselesaikan bersama. Gagasan yang sudah diinisiasi harus jadi aksi nyata. Visi dan misi organisasi harus menjadi ide penuntun yang terus bersinar tak lekang oleh waktu,” pungkasnya.
Pidato ini ditutup dengan pembacaan puisi berjudul “Langkah Baru di Ujung Jalan” dan salam persaudaraan “Tinggi iman, Tinggi ilmu, Tinggi pengabdian, Ut Omnes Unum Sint.” Salam ini mengandung harapan agar GMKI terus menjadi wadah yang mempersatukan, berlandaskan iman, ilmu, dan pengabdian. (R1)